Analisis Lokasi Potensial Warmindo Berbasis Data Geospasial di Yogyakarta

Datains
8 min readDec 25, 2022

--

Analisis identifikasi lokasi usaha Warmindo yang potensial berdasarkan objek sekitar dan aksesibilitasnya.

by Datains Team

Pada ulasan sebelumnya, Team Datains telah menganalisis mengenai persebaran spasial Warung Makan Minum Indomie (warmindo) di Kota Yogyakarta. Keberadaan warmindo dan beberapa objek di sekitarnya membentuk pola keruangan tertentu yang saling berkaitan satu sama lain (Sobat Datains dapat melihatnya pada Analisis Lokasi Warmindo Berbasis Hubungan Spasial di Kota Yogyakarta).

Ditemukannya pola spasial sebagai akibat adanya hubungan keterkaitan antar fenomena spasial membawa analisis secara lebih lanjut terkait rekomendasi pendiriannya. Atas hal ini, tentunya diharapkan para pelaku usaha yang akan merintis usaha warmindo dapat mengetahui dan mengevaluasi potensi lokasi strategis melalui hubungan pola dan kepadatan dari parameter yang diuji.

Dari Solopos.com (kanan)

Data geospasial lokasi warmindo diperoleh dari hasil scraping Google Maps. Menurut Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, data geospasial sendiri merupakan data yang memberikan lokasi geografis, serta dimensi atau ukuran objek, juga bisa menunjukkan karakteristik objek alam atau buatan di bawah, pada, atau atas permukaan bumi. Data lokasi warmindo ini secara spesifik memberikan informasi mengenai koordinat yang menunjukkan posisi masing-masing usaha warmindo di Kota Yogyakarta.

PENGUMPULAN, PENGOLAHAN, DAN ANALISIS DATA

Proses perolehan data warmindo, sekolah, dan kost/asrama menggunakan platform Google Maps dan Open Street Maps untuk memaksimalkan proses pencarian. Hal ini dilakukan mengingat keterbatasan data resmi dari masing-masing objek kajian yang terdaftar pada laman instansi pemerintah.

Proses pembersihan (cleaning) data dilakukan dengan pengecekan data redundant atau duplikat, topology checking, dan pembangunan dataset terintegrasi antar data yang terlibat dengan informasi atribut spasial yang sesuai.

Sistem informasi geografis digunakan sebagai media pengolahan dan analisis data. Penerapan metode analisis persebaran objek dan analisis spasial berupa kernel density serta cost-allocation dipilih untuk menghasilkan analisis secara kualitatif dan kuantitatif.

VISUALISASI DATA

Visualisasi yang disajikan di bawah ini menunjukkan kepadatan usaha warmindo di Kota Yogyakarta. Seperti yang telah dibahas pada artikel sebelumnya, terdapat beberapa lokasi warmindo dengan kepadatan tinggi membentuk pola yang mengelompok, di antaranya yaitu pada bagian timur Kecamatan Gondokusuman, beberapa bagian dari kecamatan Umbulharjo di tengah dan selatan, serta pola kepadatan lain yang lebih kecil tersebar di hampir semua kecamatan di Kota Yogyakarta.

Berdasarkan beberapa parameter yang telah dianalisis sebelumnya, diketahui bahwa fasilitas dengan pengaruh yang lebih tinggi terhadap pembentukan pola persebaran jenis usaha warmindo di Kota Yogyakarta adalah fasilitas pendidikan serta fasilitas kost dan asrama. Kedua parameter ini akan menjadi fasilitas yang dapat dipertimbangkan dalam analisis lokasi-alokasi, yaitu analisis penentuan lokasi terbaik untuk pendirian usaha warmindo, mengingat fasilitas pendidikan serta fasilitas kost dan asrama merupakan dua fasilitas yang berpotensi tinggi menjadi lokasi dari peminta atau demand usaha ini.

PENENTUAN LOKASI WARMINDO BERDASARKAN LOKASI MASING-MASING PARAMETER

  1. WARMINDO DAN FASILITAS PENDIDIKAN

Mengkaji dari tingkat pendidikan, pembagian berdasarkan perguruan tinggi dan sekolah jenjang SMP-SMA dilakukan karena keduanya membentuk pola yang berbeda. Perguruan tinggi dengan mahasiswa yang menjadi target pasarnya sangat menjanjikan bagi usaha warmindo. Jeda waktu pergantian kelas atau waktu makan siang menjadikan warmindo sebagai salah satu tempat tujuan untuk menghabiskan waktu.

Sementara itu, fasilitas sekolah dari jenjang SMP-SMA didasarkan pada harga jual di warmindo yang terjangkau oleh para pelajar sehingga dapat menjadi alternatif lain pengganti menu di kantin sekolah.

Pada tingkat perguruan tinggi, visualisasi yang disajikan pada peta pertama dan kedua di atas secara berturut-turut menunjukkan kepadatan dari warmindo dan perguruan tinggi.

Berdasarkan visualisasi tersebut, dapat dilihat bahwa kepadatan warmindo yang tinggi berada di lokasi yang berbeda-beda terhadap dominasi kepadatan perguruan tinggi. Hal ini dapat dilihat dengan lebih jelas melalui visualisasi peta ketiga yang membandingkan kedua visualisasi sebelumnya, dimana simbol warna yang semakin biru menunjukkan kepadatan warmindo yang lebih tinggi dari kepadatan perguruan tinggi.

Sebaliknya, simbol warna yang semakin merah menunjukkan kepadatan warmindo yang lebih rendah dari kepadatan perguruan tinggi. Beberapa lokasi dengan kepadatan warmindo dan perguruan tinggi yang seimbang dapat dilihat pada lokasi dengan warna kuning muda.

Visualisasi pada gambar hasil perbandingan tersebut dapat menjadi dasar penentuan lokasi potensial untuk pendirian usaha warmindo, karena lokasi-lokasi dengan kepadatan perguruan tinggi yang lebih tinggi dari kepadatan warmindo memberikan peluang bagi para pebisnis untuk mendirikan usaha warmindo di sana. Terutama apabila target pasar yang dituju adalah mahasiswa.

Pada hasil visualisasi tersebut, beberapa lokasi pendirian warmindo yang padat berdasarkan lokasi perguruan tinggi terletak di bagian barat Kecamatan Mantrijeron, bagian tengah hingga selatan Kecamatan Tegalrejo, serta bagian barat Kecamatan Gondokusuman, Danurejan, dan Pakualaman.

Fasilitas pendidikan kategori pelajar yaitu SMP hingga SMA tersebar di seluruh wilayah Kota Yogyakarta, dengan kepadatan yang tinggi pada area tertentu. Seperti sebelumnya, visualisasi yang disajikan pada dua peta pertama adalah kepadatan dari warmindo dan sekolah jenjang SMP hingga SMA. Beberapa lokasi di Kota Yogyakarta yang memiliki tingkat kepadatan warmindo tinggi berbeda dengan lokasi dengan kepadatan lokasi sekolah (SMP-SMA) yang tinggi.

Dengan penggunaan simbol yang sama seperti sebelumnya, pada peta ketiga dapat diketahui lokasi-lokasi yang telah dipilih sebagai tempat pendirian usaha warmindo berdasarkan perbandingan antara kepadatan warmindo dengan kepadatan sekolah (SMP-SMA) di Kota Yogyakarta.

Pada hasil visualisasi tersebut, beberapa lokasi pendirian warmindo yang diminati berdasarkan lokasi sekolah (SMP-SMA) terletak di bagian selatan Kecamatan Kotagede yang memiliki banyak sekolah (SMP-SMA) tetapi masih sedikit usaha warmindo yang ada, begitu juga lokasi yang berada di antara Kecamatan Gedongtengen, Danurejan, Gondomanan, dan Pakualaman, serta yang berada di antara Kecamatan Kraton dan Mantrijeron.

2. WARMINDO DAN FASILITAS KOST/ASRAMA

Selain fasilitas pendidikan, parameter lain dengan pengaruh tinggi terhadap terbentuknya pola persebaran warmindo adalah fasilitas kost dan asrama. Hal ini dikarenakan banyaknya persebaran kost dan asrama di Kota Yogyakarta yang mayoritas menjadi tempat tinggal para mahasiswa maupun pelajar, sehingga menjadikan warmindo sebagai tempat untuk membeli makan sekaligus sebagai tempat nongkrong dan bercengkrama.

Oleh karena itu, adanya lokasi kost dan asrama diasumsikan memiliki korelasi dengan persebaran warmindo di Kota Yogyakarta, dan menjadi salah satu pertimbangan dalam kajian lokasi-alokasi ini.

Susunan peta yang disajikan masih sama seperti sebelumnya, dimana pada peta pertama dan kedua masing-masing menampilkan kepadatan warmindo dan kepadatan kost/asrama di Kota Yogyakarta. Jika dilihat dari masing-masing peta, kepadatan tinggi warmindo hanya terletak di beberapa lokasi, berbeda dengan kepadatan tinggi dari kost dan asrama yang terletak di hampir seluruh kecamatan di Kota Yogyakarta.

Dari kedua peta di atas, dibuat visualisasi yang menggabungkan kedua peta tersebut, sehingga diketahui lokasi-lokasi dengan kepadatan warmindo yang lebih tinggi dari kepadatan kost dan asrama, begitu juga sebaliknya.

Simbolisasi warna yang digunakan pada visualisasi peta ketiga masih sama seperti sebelumnya, sehingga diketahui lokasi-lokasi yang dapat menjadi rekomendasi pendirian usaha warmindo berdasarkan perbandingan antara kepadatan warmindo dengan kepadatan kost dan asrama di Kota Yogyakarta.

Beberapa lokasi pendirian warmindo yang dapat direkomendasikan di antaranya adalah di Kecamatan Jetis yang memiliki peluang lebih besar karena kepadatan kost dan asrama yang sangat tinggi tetapi masih sedikit jumlah warmindo yang tersedia, kemudian pada bagian utara Kecamatan Tegalrejo dan Kecamatan Danurejan juga bisa menjadi rekomendasi lokasi lainnya.

PENENTUAN LOKASI WARMINDO MENGGUNAKAN ANALISIS COST-ALLOCATION

Untuk menentukan lokasi yang berpotensi sebagai tempat usaha, perintis usaha bukan hanya harus mempertimbangkan keberadaan usaha serupa dan titik permintaan yang ada di sekitarnya.

Aksesibilitas merupakan ukuran kenyamanan dan/atau kemudahan akses menuju suatu lokasi melalui sistem jaringan transportasi (Black, 1981). Aksesibilitas dalam hal ini menjadi salah satu komponen yang perlu diperhatikan dalam menentukan lokasi usaha.

Menggunakan metode cost-allocation yang memperhitungkan jarak paling efektif dan paling minim untuk menjangkau objek terkait, metode ini mengidentifikasi layanan apa yang diberikan dan seberapa besar biaya pelayanannya (Shultz, 2018). Metode ini juga memberikan dasar untuk mengalokasikan suatu fasilitas pada lokasi terbaik berdasarkan lokasi dari fasilitas yang sudah ada (Pratt, Moore, dan Craig, 2014). Hal ini digunakan sebagai jangkauan paling efektif dari estimasi jumlah target konsumen, area yang dilayani, dan identifikasi kepadatan pesaing usaha serupa.

(Cost Allocation Processing oleh ArcGIS)

Mempertimbangkan kondisi jalan di Kota Yogyakarta sebagai dasar identifikasi aksesibilitas, pembangunan dataset jalan dan proses pengecekan data dilakukan untuk mendekatkan model dengan realitanya.

Topology checker dimaksimalkan dalam hal ini dengan menentukan rule atau aturan tertentu untuk memastikan konektivitas seluruh jaringan jalan. Dalam membangun model aksesibilitasnya, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan digunakan sebagai acuan penentuan karakteristik jalan di Kota Yogyakarta yang terbagi menjadi jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan.

Pengharkatan dari keseluruhan kelas jalan ditentukan berdasarkan kemudahan aksesibilitasnya dan kecenderungan keberadaan dari warmindo existing, dimana kelas jalan lokal memiliki bobot paling tinggi berupa 1, diikuti oleh jalan lingkungan (2), jalan kolektor dan jalan lain (3), serta jalan arteri dan setapak (4).

Melalui analisis cost-allocation dengan menitikberatkan pada parameter aksesibilitas, dapat diketahui bahwa pada warmindo yang memiliki kepadatan tinggi tentunya memiliki jangkauan pelayanan yang semakin kecil, dikarenakan pada area tersebut terdapat usaha serupa yang berdekatan.

Sebaliknya, pada area dengan kepadatan warmindo yang cenderung rendah hingga sedang, area jangkauan pelayanannya cukup luas karena harus melayani lebih banyak area akibat dari sedikitnya kompetitor. Atas hal ini, apabila perintis usaha ingin mendirikan usaha serupa dengan orientasi aksesibilitas, jangkauan pelayanan, dan jumlah kompetitor, maka dapat mempertimbangkan hasil cost-allocation ini.

Sebagai contoh, apabila perintis usaha ingin mendirikan usaha di bagian timur Kecamatan Gondokusuman yang memiliki kepadatan usaha warmindo tinggi, dapat dilihat kompetitor mana yang akan tumpang tindih dalam hal jangkauan aksesibilitasnya.

Sebaliknya, pada upaya pendirian usaha warmindo di area yang jangkauan suatu usaha existing masih luas, dapat diperhatikan kendala mengenai tingkat aksesibilitasnya, mengingat area jangkauan pada hasil analisis ini diperoleh dari perhitungan aksesibilitas yang paling mudah untuk menjangkau titik lokasi warmindo. Hal ini dapat dijadikan evaluasi terkait berpotensi atau tidaknya mendirikan usaha serupa pada area tersebut.

Penulis: Alifa Yunia(@alifayr), Putri Laila (@putrilkn) & Rayhan Rajoalam

Editor: Hasea Alfian & Novan Hartadi

DAFTAR PUSTAKA

Black, J. (1981). Urban Transport Planning: Theory and Practice. London: Routledge.

Indonesia. (2020). Undang-Undang №11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Jakarta.

Pratt, M., Moore, H. and Craig, T. (2014). Making Better Decisions with GIS — Solving a Public Health Problem Using Location-Allocation, Esri. Tersedia di: https://www.esri.com/about/newsroom/wp-content/uploads/2018/10/solving-a-public-health-problem.pdf (Diakses pada: November 29, 2022).

Shultz, M. (2018). What is Cost Allocation? An Introduction to Cost Allocations, BLACKLINE. Tersedia di: https://www.blackline.com/blog/what-is-cost-allocation/ (Diakses pada: 29 November 2022).

--

--

Datains
Datains

No responses yet