Coffee Shop di Kota Yogyakarta: Persebaran dan Kompleksitas Kepadatannya

Datains
9 min readNov 14, 2022

Sebuah analisis singkat dari kacamata spasial ilmu geografi dengan mempertimbangkan beberapa objek sekitar yang diperkirakan berpengaruh

by Datains team

Photo by Falaq Lazuardi on Unsplash

Kopi merupakan salah satu produk dalam komoditas perdagangan internasional dengan nilai yang cukup tinggi di abad ke-21. Kebiasaan minum kopi umum ditemui di tengah masyarakat dunia termasuk di Indonesia dengan peminat dari berbagai kalangan, baik dinikmati di rumah maupun di warung atau kedai kopi (coffee shop). International Coffee Organization (2020) melaporkan bahwa tingkat konsumsi kopi masyarakat Indonesia terus bertambah dari tahun ke tahun. Pada 2020 hingga 2021 lalu, konsumsi kopi di Indonesia meningkat menjadi 60 juta kilogram bags kopi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nielsen, diketahui bahwa jumlah pengunjung coffee shop meningkat hingga dua kali lipat sejak 2011–2013 (Setiati, Santosa, & Syarief, 2015).

Perkembangan arus ekonomi dan globalisasi terus meningkat, dan turut berkontribusi pada tren konsumsi kopi. Hal ini mendorong tingginya perkembangan usaha kopi yang ditunjukkan dengan semakin banyaknya kedai kopi atau coffee shop. Berfokus pada area penelitian yang terletak di Kota Yogyakarta, sampai saat ini belum dijumpai pelaporan resmi dari pemerintah mengenai jumlah usaha coffee shop di Kota Yogyakarta. Namun, laman berita digital dan publikasi ilmiah melansir setidaknya terdapat sekitar 1200 coffee shop yang ada di Kota Yogyakarta pada tahun 2017 (Saragih, 2021, dan Kartika, 2018).

Berdasarkan studi literatur yang dilakukan, pendekatan subjektif, wawancara terhadap beberapa pemilik usaha coffee shop, dan survei parameter yang berpengaruh pada pendirian usaha coffee shop, diambil lima parameter yang diasumsikan berpengaruh pada pendirian usaha ini. Kelima parameter tersebut berupa fasilitas kantor, hotel, kos dan asrama, perbelanjaan (minimarket dan supermarket), serta fasilitas pendidikan (SMP-Perguruan Tinggi)

PEROLEHAN DATA DAN METODE

Keterbatasan data mengenai keberadaan coffee shop di Kota Yogyakarta mengarahkan proses scraping data dilakukan pada platform Google Maps dan Open Street Maps. Penggunaan kata kunci dan skala pencarian diatur pada proses perolehan data ini untuk memperkaya jumlah data. Proses pembersihan (cleaning) dilakukan pada data, termasuk di dalamnya pembersihan data redundant dan penyusunan informasi atribut spasial. Atas hal ini, sistem informasi geografis dimaksimalkan dalam proses analisis data. Metode analisis persebaran secara spasial seperti kernel density dan average nearest neighbour dipilih untuk kemudian dianalisis secara deskripsi kualitatif dan kuantitatif.

LOKASI DAN KERUANGAN SPASIAL

Suatu objek di permukaan bumi terwujudkan secara geografis dalam bentuk lokasi. Dalam perspektif keruangan (space), lokasi merujuk pada penempatan suatu objek dengan mempertimbangkan objek lainnya dan memberikan pengaruh dalam hal variabilitas akibat adanya interaksi satu sama lain (Haining, 2004). Coffee shop, yang dalam hal ini menjadi objek kajian, dianalisis tingkat kepadatannya dan pola distribusinya secara spasial.

Menggunakan salah satu metode density base berupa kernel density, tingkat kepadatan usaha coffee shop dianalisis berdasarkan POI guna mengetahui kepadatannya secara keruangan. Metode kernel density sendiri merupakan pendekatan untuk melakukan estimasi fungsi distribusi probabilitas suatu variabel, dengan asumsi bahwa model atau pola distribusi dari variabel tersebut tidak diketahui (Setiawan, Murfi, & Satria, 2016). Berdasarkan visualisasi di atas, diketahui secara kualitatif bahwa, pola kepadatan tinggi terbentuk di beberapa lokasi, yaitu perbatasan antara Kecamatan Gedongtengen dan Danurejan khususnya di sekitar Malioboro, Kecamatan Jetis khususnya terkonsentrasi di sekitar Tugu Jogja, di sekitar Jalan Parangtritis, Kecamatan Mantrijeron, dan lain lain.

Analisis secara kuantitatif kemudian dilakukan untuk mengetahui pola persebarannya. Average nearest neighbour digunakan sebagai metode untuk mengetahui pola persebarannya. Metode analisis berupa average nearest neighbour yang merupakan pengukuran jarak antara centroid tiap objek dengan centroid tetangga terdekat, untuk kemudian dihitung rata-rata semua jarak tetangga terdekatnya dan kemudian digunakan untuk mengidentifikasi pola distribusi spasialnya (Fitriana, Saraswati, & Widayani, 2013). Pada mapping unit berbasis wilayah administrasi Kota Yogyakarta dengan sensitivitas dari metode ini terhadap parameter area, luas wilayah Kota Yogyakarta digunakan sebagai batasan analisisnya. Nilai Z-Score yang menunjukan angka <-2.58 mengantarkan kesimpulan yang sesuai dengan pendekatan kualitatif di mana persebaran spasial cenderung terklaster atau mengelompok. Analisis lebih lanjut mengenai parameter yang berpengaruh dan dianggap berkontribusi terhadap terbentuknya pola mengelompok ini dilakukan secara terpisah antar masing-masing parameter yang tersaji di bawah ini.

Pendetailan analisis dilakukan dengan mengubah mapping unit menjadi tiap-tiap kecamatan di Kota Yogyakarta. Peta di atas menunjukan banyaknya coffee shop berdasarkan wilayah administrasinya. Terdapat empat jalan arteri yang menghubungkan daerah Tegalrejo, Jetis, Gondokusuman; Tegalrejo dan Wirobrajan; serta Mantrijeron, Mergangsan, Umbulharjo, dan Kotagede. Jumlah coffee shop dapat diketahui dengan melihat intensitas warna pada visualisasi yang telah disajikan dengan intensitas tertinggi terdapat pada daerah Jetis, Gedongtengen, Danurejan, dan Mergangsan, dimana tiga dari empat wilayah tersebut berada dekat dengan titik-titik penting Kota Yogyakarta. Sementara wilayah dengan jumlah coffee shop yang paling rendah adalah di Kecamatan Kotagede, karena letaknya yang cukup jauh dari titik-titik penting Kota Yogyakarta meskipun dilalui oleh jalan arteri.

ANALISIS PADA MASING-MASING PARAMETER

  1. COFFEE SHOP DAN FASILITAS PENDIDIKAN

Persebaran fasilitas pendidikan terlihat cukup merata di Kota Yogyakarta, tetapi mendominasi di Kecamatan Mantrijeron, Gedongtengen, dan Danurejan. Persebaran ini sejalan dengan hasil, di mana intensitas coffee shop mengelompok di dua dari empat kecamatan yang didominasinya, yang mencakup Kecamatan Gedongtengen dan Danurejan. Terdapat pertimbangan hanya dimasukkannya titik lokasi jenjang SMP hingga Universitas, yakni didasarkan pada kemampuan daya beli dan mobilitas pelajar yang umumnya didominasi pada tingkatan atau jenjang tersebut. Berdasarkan visualisasi di atas, terlihat bahwa fasilitas pendidikan dapat dikatakan mempengaruhi persebaran coffee shop, dikarenakan pada area-area dengan banyak fasilitas pendidikan terbentuk klaster-klaster coffee shop, seperti pada Kecamatan Jetis dan Gedongtengen di sisi kiri, Kecamatan Gondokusuman dan Umbulharjo di sisi kanan, serta pada Kecamatan Mantrijeron dan Mergangsan di sisi bawah. Wilayah dengan banyak fasilitas pendidikan tetapi tidak memiliki klaster coffee shop yang cukup besar adalah Kecamatan Kotagede, yang dapat menjadi pertimbangan untuk pemilihan lokasi pendirian coffee shop untuk sasaran konsumen pelajar.

2. COFFEE SHOP DAN FASILITAS PERKANTORAN

Fasilitas perkantoran termasuk dalam salah satu faktor yang mempengaruhi distribusi coffee shop, lantaran daerah dan wilayah kerja merupakan salah satu zona potensial dalam pertimbangan pemilihan lokasi bisnis F&B. Terdapat 158 titik lokasi perkantoran yang mencakup Perseroan Terbatas (PT), Commanditaire Vennootschap (CV), dan kantor instansi pemerintah. Persebarannya sangat mencolok dan terlihat mengelompok pada daerah seperti Kecamatan Tegalrejo, Gedongtengen, Danurejan, dan sebagian kecil Gondokusuman. Persebaran ini sejalan dengan mengelompoknya coffee shop di daerah Gedongtengen dan Danurejan. Pengaruh fasilitas perkantoran terhadap terbentuknya pola distribusi spasial coffee shop di Kota Yogyakarta tidak sebesar pengaruh fasilitas pendidikan. Meski begitu, terdapat beberapa lokasi fasilitas perkantoran yang berpengaruh pada terbentuknya klaster coffee shop, yang dapat dilihat di Kecamatan Jetis, Gedongtengen, dan Danurejan, serta di Kecamatan Mantrijeron. Lokasi yang dapat menjadi referensi untuk pendirian coffee shop dengan sasaran konsumen pekerja adalah di Kecamatan Gondokusuman bagian barat dan Kecamatan Danurejan bagian timur, karena banyak terdapat fasilitas perkantoran tetapi masih sedikit coffee shop yang tersedia. Kajian lebih mendalam mengenai tingkat produktivitas jenis-jenis perkantoran perlu dilakukan kedepannya untuk mengetahui jenis perkantoran yang memiliki kecenderungan terhadap konsumsi atau penggunaan coffee shop sebagai media bekerja atau rapat.

3. COFFEE SHOP DAN FASILITAS PENGINAPAN

Fasilitas penginapan yang dimasukkan dalam visualisasi mencakup hotel berbintang dan tempat penginapan berbasis aplikasi seperti Airy, Reddoorz, dan Oyo Hotel. Dari data yang telah dikumpulkan, diperoleh total 136 titik lokasi hotel dan tempat penginapan. Lokasi fasilitas penginapan banyak mengelompok di Kecamatan Gedongtengen dan Danurejan, yang juga menjadi lokasi Malioboro. Lokasi ini juga merupakan daerah dominansi parameter coffee shop, di mana dua dari empat daerah dengan dominasi coffee shop terdapat di Kecamatan Gedongtengen dan Danurejan. Hal ini juga menjelaskan mengapa coffee shop dan fasilitas penginapan dengan kerapatan tertinggi berada di wilayah tersebut. Fasilitas penginapan dianggap kurang signifikan pengaruhnya terhadap pembentukan pola distribusi spasial coffee shop di Kota Yogyakarta karena hanya beberapa wilayah saja yang terpengaruh. Selain itu, dalam proses scraping data, terdapat banyak hotel yang sudah memiliki kedai coffee shop tersendiri atau menyediakan layanan kopi. Oleh karena itu, fasilitas penginapan tidak begitu dianjurkan menjadi referensi utama dalam pendirian coffee shop. Tingginya fasilitas penginapan di sekitar Malioboro diperkirakan disebabkan oleh posisinya sendiri yang merupakan destinasi wisata khas Yogyakarta.

4. COFFEE SHOP DAN FASILITAS KOST & ASRAMA

Fasilitas kos dan asrama dimasukkan ke dalam satu dari lima faktor, mengingat potensi Yogyakarta sebagai kota pelajar. Persebaran coffee shop di Yogyakarta tentu tidak lepas dari aktivitas pelajar dan mahasiswa yang menggunakan coffee shop sebagai ruang singgah untuk menyelesaikan tugas kuliah dan tempat nongkrong atau bercengkrama, sehingga kedekatan lokasi singgah mereka dengan coffee shop diasumsikan memiliki korelasi. Terdapat 507 titik lokasi kos dan asrama yang diperoleh. Titik lokasi tersebut merupakan titik yang tersedia di Open Street Maps (OSM) dan Google Maps, serta belum mencakup beberapa kos atau asrama yang tidak terdaftar. Persebaran kos dan asrama sangat merata di seluruh Kota Yogyakarta, tetapi wilayah yang sedikit mendominasi dibandingkan wilayah lainnya adalah Kecamatan Umbulharjo, Danurejan, Pakualaman, serta Wirobrajan. Oleh karena persebarannya yang cukup merata, faktor ini cenderung memberikan hasil yang homogen untuk seluruh area mapping unit sehingga kurang dapat dianalisis secara individu. Sementara itu, rendahnya tingkat kepadatan coffee shop di Kecamatan Gedongtengen dan Danurejan yang mana memiliki tingkat kepadatan coffee shop paling tinggi, disebabkan keberadaan Malioboro dan aktivitas destinasi wisata maupun aktivitas ekonomi tinggi lainnya.

5. COFFEE SHOP DAN FASILITAS PERBELANJAAN

Fasilitas perbelanjaan menjadi salah satu faktor yang dianggap mempengaruhi distribusi coffee shop di Kota Yogyakarta. Pertimbangan ini didasarkan pada maraknya transformasi minimarket menjadi co-working area, sehingga jarak coffee shop dengan fasilitas perbelanjaan juga dapat menjadi salah satu faktornya. Terdapat 118 titik lokasi fasilitas perbelanjaan yang telah dikumpulkan. Dari 118 titik yang telah berhasil dikumpulkan, lokasinya sendiri menyebar dan mendominasi beberapa kecamatan. Untuk fasilitas perbelanjaan berupa supermarket banyak terdapat di Kecamatan Danurejan dan Gedongtengen, sedangkan untuk fasilitas perbelanjaan berupa minimarket banyak berada di Kecamatan Gedongtengen dan Mergangsan. Persebaran ini terlihat cukup linear dengan persebaran coffee shop yang mengelompok di tiga dari empat daerah tersebut yang meliputi Kecamatan Gedongtengen, Danurejan, dan Mergangsan, tetapi tidak memberikan kesimpulan yang cukup kuat untuk mengatakan persebarannya mendukung pendirian usaha coffee shop, dikarenakan kurang begitu menunjukan persebaran yang terkonsentrasi pada usaha coffee shop.

KESIMPULAN

Distribusi coffee shop di Indonesia telah mengalami peningkatan dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Di sejumlah kota-kota besar, coffee shop telah menjadi tren yang saat ini cukup menjamur, tak terkecuali di Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta sebagai kota pariwisata dan kota pelajar tentu memiliki potensi yang menjadi daya tarik bagi investor yang ingin menanamkan modal dalam bentuk bisnis F&B. Menindaklanjuti hal tersebut, analisis spasial distribusi coffee shop menjadi hal yang perlu dilakukan, sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi persebaran coffee shop di wilayah Kota Yogyakarta dan keputusan yang harus diambil dalam melakukan pertimbangan seputar lokasi pendirian coffee shop.

Dasar pertimbangan untuk mengetahui distribusi coffee shop ditentukan berdasarkan keberadaan infrastruktur di sekitarnya, juga jarak dengan titik-titik penting di Kota Yogyakarta. Faktor-faktor inilah yang akan menjawab mengapa distribusi coffee shop di Kota Yogyakarta dapat mengelompok atau membentuk klaster di daerah tertentu. Selain itu, juga didukung dengan faktor aksesibilitas berupa kedekatan coffee shop dengan jalan utama, berupa jalan arteri atau jalan kolektor. Masyarakat akan cenderung memilih coffee shop yang dekat infrastruktur tertentu atau dapat dijangkau dengan mudah melalui jalan utama.

DAFTAR PUSTAKA

Fitriana, N., Saraswati, E., & Widayani, P. (2013). Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi untuk Pemetaan Tingkat Kerentanan Penyakit Tuberkulosis (Tb) di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, YOGYAKARTA. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Haining, R. (2004). Spatial Data Analysis: Theory and Practice. Cambridge: Cambridge University Press.

Kartika, H. N. (2018, Maret 3). Penasaran Berapa Jumlah Kedai Kopi di. Retrieved from https://jogjapolitan.harianjogja.com/read/2018/03/03/510/89946

Saragih, H. E. (2021). Perancangan Buku Panduan Wisata Kedai Kopi Yang Mendukung Gerakan Ramah Lingkungan di Yogyakarta. Yogyakarta: Institut Seni Indonesia Yogyakarta.

Setiati, G., Santosa, I., & Syarief, A. (2015). Gender Dan Place Attachment Pada Coffee Shop Di Bandung. Sosioteknologi, 14(3), 298–310. doi:10.5614/sostek.itbj.2015.14.3.8.

Setiawan, E., Murfi, H., & Satria, Y. (2016). Analisis Penggunaan Metode Kernel Density Estimation pada Loss Distribution Approach untuk Risiko Operasional. Matematika Integratif, 12(1), 11–18.

--

--