Analisis Pola Komunikasi Masyarakat di Twitter selama Pandemi COVID-19

Situasi pandemi telah mempengaruhi banyak perubahan di masyarakat, salah satunya dalam pola komunikasi. Kita bisa melihat Twitter untuk mengetahui bagaimana reaksi masyarakat terhadap pandemi ini dari bulan ke bulan selama pandemi berlangsung.

Datains
7 min readOct 23, 2020
Photo by 🇨🇭 Claudio Schwarz | @purzlbaum on Unsplash

Pandemi COVID-19 belum berakhir. Hingga artikel ini ditulis, penyakit yang disebabkan oleh virus Corona ini masih terus menyebar di seluruh dunia, dengan 41 juta kasus terkonfirmasi di ratusan negara dan lebih dari satu juta angka kematian. Pertumbuhan kasus juga masih terjadi di banyak wilayah, walaupun sejumlah wilayah tertentu sudah berhasil menekan pertumbuhan angka kasus tersebut.

Virus Corona yang merebak sejak awal tahun 2020 ini bukanlah pandemi yang pertama kali dihadapi oleh dunia. Pada tahun 1918, dunia pernah mengalami pandemi influenza bernama Spanish Flu, yang menginfeksi sepertiga penduduk dunia dan berakhir dengan 50 juta kematian. Situasi masyarakat saat itu tentunya sangat berbeda dengan situasi yang sekarang kita miliki. Pada masa itu, pengetahuan mengenai vaksin, pengobatan, terapi medis, dan tindakan pencegahan yang ada masih terbatas. Pertukaran informasi pun masih mengandalkan alat komunikasi tradisional seperti telepon dan surat menyurat.

Di tahun 2020 ini, kita kembali lagi menghadapi pandemi global. Perbedaannya dengan Spanish Flu lebih dari 100 tahun lalu adalah saat ini kita telah mengalami kemajuan teknologi dalam banyak hal, salah satunya dari sisi metode komunikasi dan penyebaran informasi.

Internet, terutama media sosial seperti Twitter menjadi salah satu platform penting bagi orang-orang untuk tetap bisa berkomunikasi satu sama lainnya selama masa pandemi. Dengan menilik data Twitter kita bisa memperoleh gambaran pola komunikasi masyarakat yang terjadi selama masa pandemi, seperti bagaimana lonjakan jumlah tweet pada suatu waktu berkaitan dengan suatu event yang terjadi, bagaimana akun-akun tertentu berperan mengarahkan pembicaraan, dan bagaimana terbentuknya kluster topik perbincangan di Twitter, dan sebagainya.

Aktivitas Masyarakat Saat Pandemi di Media Sosial Twitter

Data dari Twitter dengan kata kunci “covid”, “corona”, dan “korona” dikumpulkan dari bulan Maret sampai September 2020. Jumlah aktivitas yang muncul dapat dilihat pada grafik berikut.

Jumlah aktivitas (retweet, mention, dan tweet) dari waktu ke waktu selama pandemi

Persebaran informasi di Twitter mengenai Corona sudah dimulai sejak bulan Februari, di mana banyak kasus yang terjadi di luar negeri mulai marak dilaporkan di media pemberitaan sehingga menjadi perbincangan di dalam negeri. Aktivitas persebaran informasi ini mulai ada, namun belum banyak ditemui pembahasan mengenai virus ini.

Lalu untuk pertama kalinya, pada minggu pertama bulan Maret terjadi lonjakan jumlah aktivitas di Twitter yang membicarakan tentang COVID-19. Lonjakan yang drastis ini berhubungan dengan dilaporkannya kasus positif yang pertama di Indonesia. Kenaikan drastis lainnya kembali terjadi pada tanggal 15 Maret yaitu ketika 21 kasus pertama diumumkan. Umumnya, selama bulan Maret mulai terjadi kenaikan dan penurunan yang besar mengenai persebaran informasi tentang COVID-19 di Twitter.

Aktivitas persebaran informasi pada bulan-bulan berikutnya kemudian mengalami kenaikan dan penurunan yang fluktuatif, namun tidak setinggi dan sepadat di bulan Maret.

Secara detail, aktivitas Twitter terbagi menjadi beberapa tipe, yang pada pengamatan kali ini dibagi menjadi 3 : Tweet, Retweet, dan Mention. Hal ini dapat digambarkan dalam grafik berikut.

Jumlah aktivitas dalam retweet, mention, dan tweet di Twitter dari waktu ke waktu selama pandemi

Aktivitas retweet dalam jumlah yang besar menunjukkan perilaku masyarakat yang cenderung meneruskan informasi dari berbagai jenis sumber, baik dari media online, influencer, akun resmi pemerintah, atau sumber-sumber lainnya.

Setelah lonjakan pertama yang merupakan efek dari laporan kasus pertama COVID-19 di bulan Maret, lonjakan retweet kedua terjadi di bulan April. Tepatnya pada tanggal 13 April, untuk pertama kalinya terjadi pelaporan lonjakan kasus tertinggi di Indonesia, yaitu sebanyak 316 kasus dalam satu hari. Pada waktu yang sama, muncul pemberitaan pertambahan 100 kasus di Tiongkok, yang diikuti dengan pengumuman dari Presiden Jokowi yang menetapkan COVID-19 sebagai bencana nasional.

Lonjakan berikutnya muncul di minggu kedua bulan Mei, yaitu di tanggal 18 Mei 2020. Kejadian yang menjadi perhatian masyarakat pada tanggal tersebut adalah penggunaan tagar #IndonesiaTerserah, yaitu opini yang muncul sebagai akibat dari kekecewaan perilaku masyarakat yang bertolak belakang dengan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan. Pada pekan tersebut pula terdapat banyak berita lain yang turut mendukung munculnya tagar tersebut, seperti pulangnya 132.798 WNI ke Indonesia, di mana 591 orang di antaranya terinfeksi Corona, lalu diikuti oleh berita tentang konser BPIP, berita pekerja medis yang meninggal, serta berita-berita lainnya yang cukup menyita banyak perhatian masyarakat pada pekan tersebut.

Sementara pada bulan Juli terjadi lonjakan pada tanggal 21 Juli, dengan berita seputar vaksin, kemudian dibubarkannya gugus tugas percepatan COVID oleh presiden dan dibentuknya tim pemulihan ekonomi. Fluktuasi angka aktivitas di sosial media seterusnya masih mengikuti berita yang dihasilkan dari issue driver dari berbagai kalangan: media daring, pejabat pemerintah, influencer, maupun simpatisan dari golongan tertentu.

Media Sosial Sebagai Alat Diagnosis terhadap Respon Sosial dan Menangkal Kesalahan Informasi

Setelah mengamati kejadian dari waktu ke waktu dan korelasinya dengan aktivitas masyarakat di media sosial, kita perlu memahami bagaimana peran media sosial sebagai alat yang penting dalam mengelola informasi pandemi.

Selama pandemi berlangsung, media sosial seperti Twitter menjadi platform yang berperan besar dalam mempengaruhi penyebaran informasi. Selama itu juga, media sosial perlu diisi dengan informasi yang terpercaya. Di sinilah peran para pihak dari berbagai kalangan (media, pemerintah, ahli kesehatan, dan lainnya) berperan menjadi sumber informasi yang diikuti oleh masyarakat. Pada pembahasan ini akan diamati bagaimana proses persebaran informasi terjadi melalui jejaring Twitter dan perannya sebagai media informasi.

Observasi data dimulai di bulan Maret 2020, yaitu bulan pertama kali dilaporkan kasus orang positif terinfeksi di Indonesia secara resmi oleh pemerintah. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bulan Maret merupakan bulan dengan aktivitas tertinggi, terutama pada aktivitas retweet. Untuk melihat lebih dalam mengenai siapa pihak yang mengarahkan isu, perlu diamati bagaimana jaringan berbagi informasi ini bekerja di waktu tersebut.

Jaringan SNA selama bulan Maret

Pengamatan Social Network Analysis (SNA) menunjukkan terdapat dua bagian jejaring informasi, yaitu kelompok yang dipimpin oleh KKM Putrajaya Malaysia dan kelompok jejaring sosial di Indonesia dimana CNN Indonesia menjadi pusatnya, diikuti oleh akun lainnya. Pada bulan ini, isu yang diangkat adalah pemberitaan mengenai pemberitaan kasus terinfeksi Corona oleh berita online, pemberitaan langkah pemerintah dalam menangani kasus yaitu berita himbauan lockdown dan langkah tes massal pemerintah oleh sejumlah akun pejabat publik.

Akun dengan perolehan mention terbanyak

Peran berita online dalam memberikan laporan kasus masih cenderung dominan menjadi sumber informasi terpusat. Dari pengamatan mention terbanyak, selain media seperti @CNNIndonesia, @detikcom, @kompascom, dan berita online lainnya, muncul juga interaksi mention kepada pejabat publik yaitu @jokowi dan @aniesbaswedan serta tenaga kesehatan seperti @afrkml dan @GiaPratamaMD.

Jaringan SNA selama bulan April di Twitter

Perubahan posisi terjadi di bulan April dan setelahnya, di mana akun berita online yang menjadi pusat informasi sedikit demi sedikit digeser oleh kemunculan interaksi yang bisa membentuk klaster-klaster baru hasil dari persebaran informasi. Posisinya digeser oleh kemunculan akun lain yang membahas mengenai pandemi yang disinyalir membahas hal lain yang berkaitan. Hal ini terlihat semakin jelas di bulan Juni dan Juli, dimana semakin menguatnya akun-akun lain dan membentuk klaster-klaster karena makin kuatnya komunikasi antarakun tersebut. Pembentukan kelompok dibedakan dengan warna, sehingga akun-akun yang memiliki warna yang sama dianggap sebagai satu kelompok dengan modularity yang sama.

Jaringan SNA selama bulan Juni dan Juli

Dari kelompok yang terbentuk, apabila diamati dari isi pesannya terbagi menjadi beberapa pihak. Ada pihak yang pesannya berkaitan dengan kritik atau pendapat yang bersifat berseberangan terhadap pemerintah dalam menangani pandemi ini. Kritik tersebut berisi baik tentang komentar kelompok terhadap langkah pemerintah, maupun kritik terhadap pejabat publik satu dan pembelaan terhadap pejabat publik lainnya.

Ada juga kelompok yang akunnya berisi konten yang pro terhadap pemerintah, seperti akun-akun yang menentukan sikap untuk mendukung pemerintah, maupun mengkritik kelompok lain yang berseberangan dengan pemerintah. Kelompok-kelompok yang terbentuk dari bulan ke bulan ini semakin kuat dan semakin menggeser akun-akun yang seharusnya menjadi sumber informasi resmi dan diikuti oleh masyarakat.

Di awal pandemi sejumlah protokol dibuat supaya masyarakat terjaga dari virus dan bisa segera terbebas dari pandemi. Kita bisa mengasumsikan bahwa umumnya pembatasan interaksi sosial secara langsung akan cenderung meningkatkan interaksi masyarakat di media sosial. Di sinilah media sosial berperan sebagai alat diagnosis sosial bagi pemerintah.

Kesimpulan

Beberapa hal penting yang dapat kita petik dari observasi pola komunikasi masyarakat di Twitter selama pandemi ini adalah sebagai berikut.

  • Pertama, kelompok-kelompok yang terpercaya atau resmi sebagai sumber informasi perlu menyadari peran mereka dalam mempengaruhi cara berpikir masyarakat. Idealnya, mereka turut berperan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dan berperan memberikan bantuan psikologis terhadap mereka agar tetap tenang, sekaligus memberikan informasi mengenai apa yang harus dilakukan oleh masyarakat.
  • Kedua, kelompok-kelompok yang terpercaya dari berbagai kalangan (akun pemerintah, pejabat publik, para ahli baik di bidang kesehatan maupun yang lain) ini harus mempertahankan eksistensinya sebagai pusat informasi agar terjadinya pro dan kontra terhadap suatu isu memiliki konten yang terpercaya.

Sebagai alat komunikasi yang banyak digunakan orang, media sosial dapat memberikan dampak positif kepada masyarakat. Sebaliknya pula, media sosial juga dapat memberikan efek yang berlawanan dari yang diharapkan, seperti persebaran hoax dan informasi tak berdasar.

Suatu hari nanti ketika pandemi telah usai, kita akan melihat ke belakang dan menilai seberapa sukses kita telah menghadapi dan menangani bencana global ini, dan catatan kita di media sosial akan menjadi salah satu penandanya.

Sumber:

  1. https://www.livescience.com/1918-flu-covid-19-comparison.html
  2. https://nasional.kompas.com/read/2020/03/03/06314981/fakta-lengkap-kasus-pertama-virus-corona-di-indonesia?page=all
  3. https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/31/213418865/rekap-kasus-corona-indonesia-selama-maret-dan-prediksi-di-bulan-april?page=all
  4. https://news.detik.com/berita/d-5019400/indonesia-terserah-viral-di-tengah-pandemi-corona-ini-respons-pemerintah
  5. https://tirto.id/gugus-tugas-132798-wni-kembali-ke-indonesia-591-positif-covid-19-fxhP
  6. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200518080955-20-504316/hujan-kritik-konser-amal-corona-ala-bpip
  7. https://nasional.kompas.com/read/2020/07/21/08571741/jokowi-bubarkan-gugus-tugas-percepatan-penanganan-covid-19?page=all

--

--